ANALISA PROTEIN
Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl merupakan metode yang
sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa
yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis
dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat.
Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap
secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara
semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan
waktu analisa yang pendek. Metode ini kurang akurat bila
diperlukan pada senyawa yang mengandung atom nitrogen yang terikat secara
langsung ke oksigen atau nitrogen. Tetapi untuk zat-zat seperti
amina,protein,dan lain – lain hasilnya lumayan.
Cara Kjeldahl digunakan untuk
menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung,
karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan
mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai
protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum angka
konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25
berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16%
nitrogen.
Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah
sebagai berikut: mula-mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat
menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi
ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl pada umumnya
dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimakro.
1. Cara makro Kjeldahl
digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3 g
2. Cara semimikro
Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari
bahan yang homogen.
Cara analisis tersebut akan berhasil
baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak
terdapat dalam jumlah yang besar. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa
purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina
ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara
ini kini masih digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar
protein dalam bahan makanan.
Analisa protein cara Kjeldahl pada
dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses
destilasi dan tahap titrasi.
1. Tahap destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan
dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya.
Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O.
Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4.
Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa
campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan
menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan
penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi
sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah
disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat
mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih
juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau
sebaliknya.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini
adalah:
H destruksi
R-C-COOH NH3 +
CO2 + H2O
NH2 H2SO4
Asam amino CuSO4
(protein) Na2SO4
NH3 + H2SO4 (NH4)2SO4
Hasil
Destruksi
2. Tahap
destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat
dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis
dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun
pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat
ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap
oleh asam khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar
supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung
destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam
keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini
adalah:
(NH4)2SO4 + NaOH NH3 +
H2O + Na2SO4
NH3 +
HCl 0,1 N NH4Cl
Berlebihan
3. Tahap
titrasi
Apabila penampung destilat digunakan
asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi
dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan
warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan
indikator PP.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini
adalah:
HCl 0,1 N + NaOH 0,1
N NaCl
+ H2O
Kelebihan
Kandungan
nitrogen kemudian dapat dihitung sebagai berikut:
%N = ml NaOH blanko – ml NaOH
sampel × N. NaOH × 14,008 × 100%
Gram
bahan x 1000
Apabila penampung destilasi digunakan
asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat
diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG
+ MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi
merah muda.
Kandungan nitrogen kemudian dapat
dihitung sebagai berikut:
%N = ml NaOH blanko – ml NaOH
sampel × N. HCl × 14,008 × 100%
Gram
bahan x 1000
Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar
proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi
protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu
bahan.
Kadar protein (%) = % N x faktor konversi
Nilai faktor konversi berbeda tergantung sampel:
1. Sereal 5,7
2. Roti 5,7
3. Sirup 6,25
4. Biji-bijian 6,25
5. Buah 6,25
6. Beras 5,95
7. Susu 6,38
8. Kelapa 5,20
9. Kacang
Tanah 5,46
Apabila faktor konversi tidak diketahui, faktor 6,25
dapat digunakan . Faktor ini diperoleh dari fakta rata-rata nitrogen dalam
protein adalah 16 %.
Kadar Protein
(%) = N x 100/16
=
N x 6,25
Analisa Protein Pada Kedelai
1. Proses
Destruksi
· Ditimbang
1 g bahan yang telah dihaluskan, masukkan dalam labu Kjeldahl, namun karena
kandungan protein tinggi pada kedelai maka digunakan bahan kurang
dari 1 g
· Kemudian
ditambahkan 7,5 g kalium sulfat dan 0,35 g raksa (II) oksida dan 15 ml asam
sulfat pekat.
· dipanaskan
semua bahan dalam labu Kjeldahl dalam lemari asam sampai berhenti berasap dan
diteruskan pemanasan sampai mendidih dan cairan menjadi jernih.
ditambahkan pemanasan kurang lebih 30 menit, dimatikan pemanasan dan dibiarkan
sampai dingin.
· Selanjutnya
ditambahkan 100 ml aquadest dalam labu Kjeldahl yang didinginkan dalam air es
dan beberapa lempeng Zn, tambahkan 15 ml larutan kalium sulfat 4% (dalam air)
dan akhirnya ditambahkan perlahan-lahan larutan natrium hidroksida 50% sebanyak
50 ml yang telah didinginkan dalam lemari es.
2. Proses
Destilasi
· Diipasang
labu Kjeldahl dengan segera pada alat destilasi. Dipanaskan labu Kjeldahl
perlahan-lahan sampai dua lapis cairan tercampur, kemudian dipanaskan dengan
cepat sampai mendidih.
· Destilat
ditampung dalam Erlenmeyer yang telah diisi dengan larutan baku asam klorida
0,1N sebanyak 50 ml dan indicator merah metil 0,1% b/v (dalam etanol 95%)
sebanyak 5 tetes, ujung pipa kaca destilator dipastikan masuk ke dalam larutan
asam klorida 0,1N.
· Proses
destilasi selesai jika destilat yang ditampung lebih kurang 75 ml.
3. Proses Titrasi
· Sisa
larutan asam klorida 0,1N yang tidak bereaksi dengan destilat dititrasi dengan
larutan baku natrium hidroksida 0,1N. Titik akhir titrasi tercapai jika terjadi
perubahan warna larutan dari merah menjadi kuning. Lakukan titrasi blanko.
Ada pun penentuan kadar protein kasar :
Protein Kasar = (y-z) X titar NaOH X 0,014 X 6,25 X
100%
Berat
Sampel (x) g
GAMBAR ALAT PENENTUAN NITROGEN DENGAN METODE KJELDAHL
Keuntungan Dan Kerugian Menggunakan Metode Kjeldahl
· Kentungan
menggunakan Metode Kjeldahl,diantaranya :
a. Secara
internasional dan masih merupakan metode standar untuk perbandingan terhadap
semua metode lainnya.
b. presisi
tinggi dan baik reproduktifitas telah membuat metode utama untuk estimasi
protein dalam makanan.
· Kerugian
menggunakan Metode Kjeldahl,diantaranya :
a. memberikan
ukuran protein yang benar, karena semua nitrogen dalam makanan tidak dalam
bentuk protein.
b. Protein
yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena mereka memiliki
urutan asam amino yang berbeda.
c. Penggunaan
asam sulfat pekat pada suhu tinggi menimbulkan bahaya yang cukup besar, seperti
halnya penggunaan beberapa kemungkinan katalis teknik ini memakan waktu untuk
membawa keluar.
Pada analisa protein dengan menggunakan
metode kjedahl untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan
secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar
nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi
6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai,
dan gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95, 5,71, dan 5,83.
Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung
16% nitrogen. Cara analisa protein dengan
menggunakan metode kjeldahl dapat dibedakan atas dua cara,
yaitu cara makro dan semimakro.
1. Cara
makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar
contoh 1-3 g.
2. Cara
semimikro Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg
dari bahan yang homogen.
Protein
merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini
berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dan
pengatur. Protein adalah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan
peptida. Molekul protein mengandung unsur-unsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang
mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992). (Lehninger, 1995).
Pada umumnya
kadar protein di dalam bahan pangan menentukan mutu bahan pangan itu sendiri
(S.A. & Suwedo H. ,1987). Nilai gizi dari suatu bahan pangan
ditentukan bukan saja oleh kadar nutrien yang dikandungnya, tetapi juga oleh
dapat tidaknya nutrien tersebut digunakan oleh tubuh (Muchtadi, 1989). Salah
satu parameter nilai gizi protein adalah daya cernanya yang didefinisikan
sebagai efektivitas absorbsi protein oleh tubuh (Del Valle, 1981). Berdasarkan
kandungan asam-asam amino esensialnya, bahan pangan dapat dinilai apakah
bergizi tinggi atau tidak. Bahan pangan bernilai gizi tinggi apabila mengandung
asam amino esensial yang lengkap serta susunannya sesuai dengan kebutuhan
tubuh.
Protein yang
terdapat dalam bahan pangan mudah mengalami perubahan-perubahan, antara lain:
1. Dapat
terdenaturasi oleh perlakuan pemanasan.
2. Dapat
terkoagulasi atau mengendap oleh perlakuan pengasaman.
3. Dapat
mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim-enzim proteolitik.
4. Dapat
bereaksi dengan gula reduksi, sehingga menyebabkan terjadinya warna coklat.
Banyak agensia yang menyebabkan perubahan sifat alamiah dari protein seperti
panas, asam, basa, pelarut organik, garam, logam berat, radiasi sinar
radioaktif (Sudarmadji, 2010). Analisis protein ini terdiri dari
beberapa tahapan yaitu: destruksi, destilasi, dan titrasi. Penentuan protein
menurut Kjeldahl disebut juga penentuan kadar protein kasar (crude protein),
yaitu menentukan jumlah total nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahan
untuk mewakili jumlah protein yang ada. Sampel yang dianalisis berupa ampas
tahu (A; E), jagung (F; G), biskuit (B; C), dan susu (D; H), sampel kelompok 7 yaitu jagung.
a. Proses
destruksi (Oksidasi)
Tahapan pertama
penentuan kadar protein ini yaitu destruksi, destruksiprotein
meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan
tersier protein.
Sampel sebanyak 0,51 g ditimbang, kemudian ditambahkan 0,04 g HgO dan 0,9 g K2SO4 sebagai
katalis. Destruksi
merupakanproses pengubahan N protein menjadi ammonium sulfat.
Proses ini berlangsung selama sampel yang ditambah dengan katalisator
direaksikan dengan H2SO4 pekat dan dididihkan di
atas pemanas labu Kjeldahl. Penambahan asam sulfat dilakukan dalam ruang asam untuk
menghindari S yang berada di dalam protein terurai menjadi SO2 yang
sangat berbahaya. Setelah penambahan asam sulfat larutan menjadi keruh. Asam
sulfat pekat berfungsi untuk mendestruksi protein menjadi unsur-unsurnya,
sedangkan katalisator berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dan
menaikkan titik didih asam sulfat. Tiap 1 gram K2SO4 menaikkan
titik didih 30C.
Dari
proses ini semua ikatan N dalam bahan pangan akan menjadi ammonium sulfat (NH4SO4)
kecuali ikatan N=N; NO; dan NO2. Ammoniak dalam asam sulfat terdapat
dalam bentuk ammonium sulfat. Pada tahap ini juga menghasilkan CO2,
H2O, dan SO2 yang terbentuk adalah hasil reduksi
dari sebagian asam sulfat dan menguap. Reaksi yang terjadi selama
destruksi: HgO +H2SO4 → HgSO4 +
H2O
2HgSO4 →
Hg2SO4 + SO2 +2On
Hg2SO4 + 2H2SO4 →
2HgSO4 + 2H2O + SO2
u2:shapes="Straight_x0020_Connector_x0020_3" v:shapes="_x0000_i1029">(CHON)
+ On + H2SO4 CO2 + H2O
+ (NH4)2SO4 + SO2
Katalisator
(Sudarmadji, 1996)
Proses
pemanasan dilakukan ± 2 jam sampai larutan jernih.Larutan yang jernih menunjukkan
bahwa semua partikel padat bahan telah terdestruksi menjadi bentuk partikel
yang larut tanpa ada partikel padat yang tersisa. Larutan jernih yang telah
mengandung senyawa (NH4)2SO4 ini kemudian
didinginkan supaya suhu sampel sama dengan suhu luar sehingga penambahan
perlakuan lain pada proses berikutnya dapat memperoleh hasil yang diinginkan.
b. Proses Destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3).Prinsip destilasi adalah memisahkan
cairan atau larutan berdasarkan perbedaan titik didih. Dari hasil
destruksi protein, labu destruksi didinginkan kemudian dilakukan pengenceran
dengan penambahan aquades. Pengenceran dilakukan untuk mengurangi kehebatan reaksi
bila ditambah larutan alkali. Larutan dijadikan basa dengan
menambahkan 10 mL NaOH 60%, lalu corong ditutup dan ditambahkan aquades ±
setengah bagian. Sampel harus dimasukkan terlebih dahulu kedalam alat
destilasi sebelum NaOH, karena untuk menghindari terjadinya superheating. Fungsi penambahan NaOH adalah untuk
memberikan suasana basa karena reaksi tidak dapat berlangsung dalam keadaan
asam
Ammonia yang dibebaskan selanjutnya
akan ditangkap oleh larutan asam standar. Untuk menampung
NH3 yang keluar, digunakan asam borat dalam erlenmeyer sebanyak
15 mL dan telah ditambahkan indikator Toshiro (Metil Merah + Metil Biru),
menghasilkan larutan berwarna biru tua. Indikator ini digunakan untuk mengetahui asam dalam keadaan
berlebih. Hasil destilasi (uap NH3 dan air)
ditangkap oleh larutan H3BO3 yang terdapat dalam
labu erlenmeyer dan membentuk senyawa (NH4)3BO3.
Senyawa ini dalam suasana basa akan melepaskan NH3. Agar kontak
antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi
tercelup sedalam mungkin dalam asam borat. Penyulingan dihentikan jika semua N
sudah tertangkap oleh asam borat dalam labu erlenmeyer atau hasil destilasi
tidak merubah kertas lakmus merah serta menghasilkan larutan berwarna hijau
jernih. Ujung selang dibilas dengan aquades, agar tidak ada ammonia yang
tertinggal di selang. Reaksi yang terjadi:
u2:shapes="Straight_x0020_Connector_x0020_19" v:shapes="_x0000_i1031">(NH4)SO4
+
NaOH
Na2SO4 + 2 NH4OH
u2:shapes="Straight_x0020_Connector_x0020_18" v:shapes="_x0000_i1032"> 2NH4OH
2NH3 + 2H2O
4NH3 + 2H3BO3
2(NH4)2BO3 +H2
c. Proses Titrasi
Titrasi merupakan tahap akhir pada penentuan kadar protein dalam bahan pangan
ini. Banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia (N) dapat diketahui
dengan volume HCl 0,02 N yang dibutuhkan destilat. Titik akhir titrasi
dihentikan sampai larutan berubah dari hijau ke biru (kembali ke warna awal).
Selisih jumlah titrasi blanko dan sampel merupakan jumlah ekuivalen nitrogen.
Dari analisa yang telah dilakukan, volume yang digunakan untuk menitrasi
sampel sebanyak 5,37 mL HCl 0,02 N. Sehingga diperoleh kadar protein pada
jagung sebesar 8,84%, sedangkan pada literatur sebesar 5,1%. Hal ini dapat
terjadi dikarenakan proses analisa terutama titrasi yang tidak tepat, dapat terlalu
berlebihan atau kekurangan yang berpengaruh terhadap volume HCl yang
digunakan untuk titrasi, sehingga mempengaruhi hasil perhitungan kadar
protein kasar.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad,M,Natsir,2001, KAMUS KIMIA ARTI DAN PENJELASAN
ISTILAH, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Anonymous,2009, ANALISA PROTEIN,http://mgmpkimiasumbar.wordpress.com/2009/02/11/reaksi-analisa-protein/, diakses
tanggal 13 Maret 2009
Anonymous,2009, KJELDAHL,http://kisahfathe.blogspot.com/2009/02/kjeldahl.html,
diakses tanggal 13 Maret 2009
Anonymous,2009, ANALISA PROTEIN,http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www-unix.oit.umass.edu/~mcclemen/581Proteins.html,
diakses tanggal 14 Maret 2009
Anonymous,2009, PROSEDUR ANALISA
LABOTARIUM,damandiri.or.id/file/muhamadjuraidwatiheluwipblampiran.pdf, di
akses tanggal 14 Maret 2009
Fatmawaty,2009, KJELDAHL, http://www.turbovista.com/quantitative-analysis.php.htm,
diakses tanggal 13 Maret 2009
Anna Poedjiadi,
1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit UI-Press: Jakarta.
Del Valle, F.R. 1981. Nutritional
Qualities of Soya Protein as Affected by Processing. JAOCS.58 : 519
Lehninger.A.L, 1995.Dasar-Dasar
Biokimia. Erlangga, Jakarta
Muchtadi, 1989.Evaluasi Nilai
Gizi Pangan.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Jenderal Pendidikan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB Bogor.
Sudarmadji, S.,
Haryono, B., Suhardi, 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit
Liberty: Yogyakarta.
Winarno, F. G.,
1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia: Jakarta.
halo, selamat malam, saya mau nanya dong kenapa yah pada saat saya melakukan uji kadar protein dengan metode semimikro kjedalh pada sampel gelatin hasilnya melebih 100 %. padahal semua
sudah dilakukan sesuai prosedur